Profil UPT

Badan Karantina Indonesia, yang sebelumnya dikenal dengan Badan Karantina Pertanian (Barantan) dan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), memiliki peran penting dalam melaksanakan fungsi karantina yang mencakup pencegahan masuk dan tersebarnya hama, penyakit, serta pengendalian keamanan hayati di seluruh wilayah Indonesia. Pada 20 Juli 2023, terbitnya Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2023 menandai perubahan signifikan dengan penggabungan dua lembaga tersebut, menjadikannya Badan Karantina Indonesia yang kini berada langsung di bawah Presiden sebagai lembaga pemerintah nonkementerian.

 

Sebelum pembentukan Badan Karantina Indonesia, pengelolaan karantina di Indonesia sudah dimulai sejak masa pemerintahan kolonial Belanda, yang mengatur masalah karantina hewan dan tumbuhan guna mencegah masuknya penyakit dan hama. Setelah kemerdekaan, pengelolaan karantina pertanian di bawah tanggung jawab Departemen Pertanian berkembang seiring dengan pentingnya pengendalian penyebaran penyakit dan hama yang bisa mengancam sektor pertanian dan ekonomi negara. Pada Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2001, Badan Karantina Pertanian diangkat menjadi unit eselon I yang meliputi karantina hewan dan karantina tumbuhan, sementara karantina ikan dipindahkan ke Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai BKIPM.

 

Pada tahun 2008, melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/OT.140/4/2008, dilakukan penggabungan antara karantina hewan dan tumbuhan menjadi satu unit yang dikenal dengan sebutan karantina pertanian. Hal ini juga melibatkan pembentukan 52 unit pelaksana teknis yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, perkembangan zaman dan kebutuhan hukum yang lebih dinamis menyebabkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tidak lagi sesuai, sehingga pada 2019 diterbitkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, yang mengatur lebih lanjut tentang karantina di Indonesia.

 

Dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2023, Badan Karantina Indonesia dibentuk sebagai lembaga yang lebih terintegrasi, mencakup seluruh sektor karantina dari hewan, ikan, tumbuhan, hingga aspek terkait seperti pengawasan dan pengendalian terhadap produk rekayasa genetik, keamanan pangan, dan jenis asing invasif. Dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 dan PP Nomor 29 Tahun 2023, Badan Karantina Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam mengendalikan ancaman terhadap kelestarian sumber daya alam, kesehatan masyarakat, ketahanan pangan, dan lingkungan.

 

Karantina  merupakan  garda  terdepan  dalam  upaya  cegah  tangkal masuk dan tersebarnya Hama dan Penyakit Hewan Karantina  (HPHK), Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK), serta Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK).  Peran  karantina  di  tempat  pemasukan  dan  pengeluaran  menjadi  tumpuan dalam mengendalikan penyebaran HPHK, HPIK dan OPTK agar  tidak semakin meluas hingga mempengaruhi produktivitas hewan di  peternakan maupun tanaman di lahan pertanian.

Sebagai bagian dari Badan Karantina Indonesia, Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Maluku Utara memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dan kesehatan ekosistem serta perekonomian wilayah. Maluku Utara, yang merupakan salah satu provinsi dengan kekayaan alam dan biodiversitas yang tinggi, menghadapi tantangan besar dalam mengawasi arus lalu lintas barang dan orang, yang dapat menjadi jalur masuknya hama, penyakit, dan organisme pengganggu tumbuhan dari luar daerah atau luar negeri. Oleh karena itu, penguatan sistem karantina di Maluku Utara menjadi sangat penting, baik untuk menjaga ketahanan pangan, sektor pertanian, kesehatan hewan, serta kelestarian lingkungan hidup.

Demi mendukung visi besar pemerintah menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia tahun 2045, Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Maluku Utara terus melakukan pembenahan sistem dan peningkatan  kualitas  pengawasan  lalu  lintas  produk  pangan/media  pembawa  HPHK, HPIK/OPTK  guna  mempertahankan  Provinsi  Maluku  Utara  dari  ancaman masuk dan tersebarnya HPHK serta OPTK. Apalagi, Maluku  Utara telah ditetapkan sebagai provinsi di Indonesia yang masih bebas  flu burung/Avian Influenza dan telah memiliki dasar hukum sehingga kewaspadaan terhadap masuknya penyakit ini harus selalu ditingkatkan.  Tentu  saja, upaya ini membutuhkan  dukungan  dari  instansi-instansi lain yang terkait. 

Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Maluku Utara berkomitmen untuk terus meningkatkan efektivitas pengawasan dan pengendalian terhadap potensi ancaman yang dapat merusak produktivitas sektor pertanian, kesehatan ikan dan hewan, serta ekosistem di wilayah tersebut. Keberhasilan dalam menjalankan tugas ini memerlukan koordinasi yang baik antara berbagai pihak terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta penggunaan teknologi informasi yang tepat guna mendukung pelaksanaan tugas karantina secara efisien dan efektif.

Seluruh kegiatan Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Maluku Utara dalam melaksanakan tupoksinya perlu didokumentasikan dan  dilaporkan sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam penggunaan anggaran. Oleh  karena  itu,  diperlukan  Laporan  Tahunan  Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Maluku Utara sebagai bahan informasi, ukuran  capaian  kegiatan,  dan  evaluasi  kinerja  selama  satu  tahun  yang  kemudian  digunakan  sebagai  acuan  dalam  tindak  lanjut  untuk  pelaksanaan kegiatan di tahun-tahun mendatang